Saat menikmati menu sarapan made by my hand...mudah, cepat, efektif dan lezat (karena baru pilih menu ini jika bingung mau pilih sarapan apa dan tentunya gak boleh lebih dari sekali dalam seminggu). Penasaran kan? Racikannya adalah 1-2 siung bawang putih diiris kecil-kecil, tambahkan sayuran (wortel/sawi/bayam/kecambah atau jenis sayuran lainnya yang disukai), lombok sesuai selera pedas masing-masing (kalau saya 3 buah lombok saja). Masukan semuanya dalam air yang sudah mendidih (+ 300ml). Dan masukkan bahan utama: MIE INSTANT! Hahahaa...Tidak lupa telur ceplok special kemudian segelas teh panas (yang ini tinggal ambil sendiri secukupnya). Bismilllahirrahmaanirrahiim menikmati menu special breakfast on Monday seperti biasa sarapan bareng dengan teman-teman di kantor karena terlalu pagi kalau sarapan sebelum berangkat kerja.
“ Tadi datang jam berapa, Mbak?” tanyanya membuka percakapan.
“ Jam 5an kayaknya. Kakiku masih bengkak neh, kelamaan duduk di bis.”
“ Hehehe..kasiiann, yang jadi anak rantau deh” dan banyak percakapan-percakapan berikutnya seputar long week end kemarin yang dia habiskan di rumah sang mertua karena ada acara keluarga.
“ Eh, kenapa sih banyak kerjaan bukan jobdesku kok belakangan ini di ambrukkan ke bagianku?” topik pun bergeser pada pekerjaan, sebuah pertanyaan yang bernada curhat dia lontarkan pada saya.
“ Lha kata si bos dirimu perkasa tuh, di kasih kerjaan apa saja beres kok. Jadi why not kan?”
“ Kata siapa? Asline yo maksain diri...rasanya jadi njomplang, bagian yang SDMnya banyak tapi kerjaannya di bebankan pada bagian lain yang personilnya terbatas...”
“ Ya iya, selama dirimu no complain maka akan di anggap nothing serious problem kan?”
“ Gak bisa begitu, mestinya bisa dilihat secara analisa beban kerja dengan personilnya...”
“ Elastisitaspun ada batasnya, gitu kan maksudmu? Bahwa karet pun jika di regangkan terus menerus akan putus...?”
BUKAN ini menu sarapan saya [kemarin pagi] |
Demikianlah cuplikan percakapan saya dan seorang teman di sela-sela sarapan yang akhirnya melenceng ke arah Elastisitas [pun] Berbatas, dan setelah beberapa saat berlalu saya pun kepikiran tentang sebuah tragedi ‘kecelakaan’ yang terjadi di sebuah perusahaan. Boilernya meledak dan menurut saya karena beban proses yang ‘kurang’ mempertimbangkan daya dukung mesin tersebut. Beberapa waktu sebelum peristiwa naas itu terjadi , saya kebetulan memang ke pabrik tersebut. Waktu saya tanya kapasitas produksi, saya kaget dengan target produksinya. Kemudian saya tanya operasional proses produksinya, katanya 24 jam 7 hari dengan 2 shift! Saat itu yang langsung terlintas di pikiran saya adalah bagaimana dengan boilernya (proses utama di pabrik tersebut)? Secara kondisi pabrik dengan segala fasilitasnya, menurut saya ngoyo dengan target produksi sekian ton sebulan yang disebutkan!. Tapi posisi saya hanya mengakses terbatas pada GMP/SSOP, tidak punya mandat untuk intervensi sampai ke mesin produksi (urusan internal manajemen). Dan beberapa hari berselang muncul berita jika boilernya meledak yang menyebabkan 3 orang meninggal dengan luka bakar sekitar 90% dan beberapa orang lainya terluka.
Lantas dimana hubungannya percakapan saya saat sarapan dan boiler meledak dengan Elastisitas? Kalau boleh saya buat analog, elastisitas mungkin bisa di identikkan dengan ‘kemampuan’ atau capability. Kalau gak ada hubungannya, ya di sambung-sambungin deh. Lha pengennya pakai judul Elastisitas [pun] Berbatas untuk postingan ini. #Maaf maksain judul. Tapi saya TIDAK hendak membahasnya ke arah Hukum Hooke dengan segala bumbunya mengenai korelasi elastisitas dengan tegangan dan regangan yang sudah menguap sukses dari ingatan saya, apalagi hitung-hitungannya yang sudah bablass lebih duluan dari ‘brankas’ di otak saya. Yang masih sedikit saya ingat hanya pengertian tentang elastisitas yaitu jika suatu benda diberikan suatu gaya/beban yang menekan atau menarik maka akan terjadi perubahan dalam yang meliputi panjang, lebar dan tingginya namun massanya tetap dan ketika gaya yang diberikan tadi tidak ada maka bentuknya akan kembali seperti semula.
Modelnya saja yang mirip pegas |
Kalau Elastisitas direfleksikan pada benda hidup yang namanya manusia, maka capability/kemampuan dalam diri setiap orang merupakan hal yang punya sifat elastis (flexible). Adanya respon dan reaksi yang diberikan terhadap aksi (dari luar diri), masalah, target, obsesi, impian, dll...menurut saya bisa di sebut sebagai ciri-ciri elastisitas. Dan ketika pikiran, waktu dan tenaga terpakai secara berlebihan, maka kondisi ‘patah/rusak’ seperti yang terjadi pada karet/pegas yang di regangkan secara terus menerus sehingga mengalami putus, maka demikian juga akan terjadi pada manusia. Walaupun dari segi kapasitas daya pikir masih mampu, namun jika tenaga dan waktu tidak mendukung alias gak ada istirahatnya, maka manusia akan ‘aus’. Kalau dalam larutan ada istilah titik jenuh kemudian lewat jenuh, maka meskipun manusia bisa di sebut benda (hidup) paling elastis, tentu tetap ada limitasinya. Ada batasan maksimal ‘beban’ yang bisa direspon dalam range yang aman elastisitasnya. Kondisi over load, secara fisik bisa menyebabkan menurunya kemampuan koordinasi tubuh karena kemampuan kerja otak menurun.
Karena tema dan judulnya postingan ini tentang Elastisitas, maka harap maklum isinya pun elastis ‘nglantur’ kemana-mana. Oia, jadi ingat saat saya kecil juga suka nyelupin karet gelang ke dalam minyak tanah dan hasilnya karet melar dengan indahnya dan jadi getas (mudah patah) deh. Sekian saja, postingan Elastisitas ini biar tidak semakin kemana-mana rangkaian kalimatnya karena saking elastisnya....