A Friend Is………………One of the Best Things in Life
Bismillahirrahmaanirrahiim, Sebenarnya ini bukan cerber, tapi kalau ada yang tertarik membaca tulisanku sebelumnya bisa di baca/klik: PART ONE
Dan tidak ketinggalan, tarian pena dalam surat tersebut juga bertutur tentang the special one in her life , kala itu…”….tadi pukul 21.00 WIB ‘dia’ telpon aku, ngucapin ultah walau dengan preambule sudah coba call dua hari berturut-turut tapi nggak bisa masuk (dan hatiku berujar: pasti bohong itu, wong selama itu telpon di rumah nggak ada trouble kok di bilang gak on air). Tapi aku tetap sempat kaget karena kukira dia lupa, ternyata ‘masih’ ingat juga. Sedih tapi juga gembira. Sedih karena dia bukan punyaku lagi, bukan orang yang selalu mengingatkan dan memperhatikan aku lagi. Gembira karena dia masih ingat diriku (saat ini dan entah sampai kapan tentu kan memudar) sebagai teman, sahabat atau apa punlah namanya itu…Tapi mau di apain lagi. Ingat atau nggak ingat tentang hariku itu bukan sesuatu yang seharusnya lagi buat dia….Duh Ya Allah, walau secara fisik aku bisa mampu berlari dan menjauhinya tapi secara psikis ‘sampai’ detik ini aku belum mampu menutupnya 100%. HHaduhh, ngomong yang lain saja ya, makin gak karuan nanti kalau cerita yang ada ‘berbau’ dia……”
Orang bilang banyak hubungan pertemanan bermetamorfosa jadi jalinan asmara (meski ada juga seorang temanku yang bilang dia tak akan bisa jatuh cinta pada orang yang sudah dikenalnya dalam konteks hubungan teman dan dia membuktikannya), tapi sedikit sekali hubungan asmara yang kandas bisa set back jadi teman/sahabat.
Bagiku Cinta bisa datang dari arah manapun, dengan 1001 cara, bisa di mulai dari bentuk hubungan apapun…Dan manakala proses yang berjalan not well done as our hope, Aku berusaha untuk memposisikan sebagai teman ( kalau masih mau berteman denganku ). Pada awalnya memang bukan hal yang mudah, pada awalnya rasa kecewa dan sakit membuat kita berharap tutup telinga dan mata tentangnya….don’t care at all? But, time will heal…. Cepat atau lambat kita bisa healing, tergantung pilihan kita sendiri mau seberapa lama berdiam diri dalam “Pandora” cinta yang tak bisa kita rengkuh? Mau seberapa lama kita lewatkan usia dan kesempatan (untuk bisa lebih lebih baik/bahagia) berlalu begitu saja karena kita terlalu sibuk “meratapi” kegagalan? Hidup kita yang lebih berharga atau perasaan terluka kita yang lebih ingin kita nikmati?
Walau semuanya tak akan exactly the same--- apapun alasan (sebenarnya atau sekedar mengada-ada) yang dibuat excusing untuk meninggalkan kita---berusaha mau menerima bahwa (mungkin) itulah defending terbaiknya pada saat itu, bahwa itulah perisai yang bisa dia ambil untuk ‘membenarkan’ keputusannya pada situasi, posisi dan semua variabel yang ada pada dirinya.
Pada suatu kesempatan ketemu [kala itu sebelum dia memutuskan menikah], temanku curhat tentang love story’nya lagi dan kami sepakat ketemuan kemudian spending time jalan-jalan tanpa tujuan mau kemana yang penting ngobrol dan ngobrol
“Kenapa kau tidak berusaha mencari tahu dulu bagaimana sikap dia, everything can change….kalau kalian sedemikian saling mencintai dan bisa saling sinkronisasi dengan semua karakter diri yang ada, bukankah mestinya (setidaknya menurutku) masih sangat bisa diperjuangkan..?” Itu yang aku bilang padanya saat dia curhat ‘ada’ yang mengajaknya serius. Toh alasan ‘status quo’ hubungan mereka bukan sesuatu yang sifatnya substansial (semisal alasan mengidap AIDS atau beda keyakinan).
Satu hal yang aku pelajari dari love story of my best friend: Kadang kita lupa untuk mengandaikan diri “ If we were some one else..” sebelum membuat keputusan/pendapat. Kadang (tak jarang) kita yakin “sudah tahu” tanpa bertanya kemudian mengambil sebuah keputusan A, B, C…(menganggap) sebagai pilihan terbaik padahal bisa jadi faktanya akan berbeda jika mau bertanya dulu.
“….dia telpon akan pulang dari singapura dan sudah membeli sesuatu yang mau di bawa kerumah untuk melamarku …..” ceritanya suatu ketika setelah beberpa hari dia menikah.
I have no words to say anymore, I can imagine how is her feeling at the moment: Pada siang hari dia menerima Ijab dan tak kurang dari 12jam kemudian ‘dia’ seseorang yang demikian dia sayangi mengatakan akan datang melamarnya?
Life is about how to make right choice….Look back now and ask, what is it that makes an experience have lasting meaning? What do we really need to make us feel fulfilled? What life force do we draw on, when we need to push through a challenge?
Life's full of challenges, but these challenges are only given to you because God knows your faith is strong enough to get through them. Finally aku hanya bisa berasumsi jika suratan takdirnya dibuat demikan karena (bisa jadi) she’s strong enough to get through them: to let go her love and restart from BIG zero to love some else (who merry her) yang jauh lebih membutuhkan kehadirannya.
After all, Kegagalan yang sebenarnya adalah jk kita tidak bisa "memaknai" kegagalan untuk introspeksi diri & menjadikannya media untuk menguji keteguhan niat, menumbuhkan semangat kita to make better fight dan dengan kegagalan kita bisa lebih menghargai sekecil apapun pencapaian yang kita raih.
Menghitung kegagalan hanya akan membuat kita kehilangan motivasi dan mendegradasi rasa syukur. Jadi tetap lebih baik untuk mencoba dulu sehingga tahu hasilnya. Hanya orang yang tidak pernah mencoba yang tidak pernah gagal. Sedih dan kecewa jika hasil gagal menunjukkan bahwa kita memang manusia tapi tidak perlu berkepanjangan just wasting time, when we go down we'll find new spirits to face the reality and make new efforts.
Just believe,
Hati kita tidak terbuat dari kaca yang akan mudah pecah berantakan sehingga tak mungkin di satukan lagi kepingannya. We never know what will happen tomorrow, but we should take prepare for any condition.